Hari Per(tidak)ingatan

Suatu hari ketika berangkat ke kampus, saya berpapasan dengan teman kantor yang mengenakan baju Korpri. “Hari gini pake baju Korpri. Kerajianan amat”, kata saya dalam hati. Semakin mendekati lingkungan kampus malah jumlah teman yang berkorpri ria semakin banyak. Saya pikir kawan yang ketemu pertama kali tadi memakai baju itu karena kehabisan baju ngantor sehari-hari. Ternyata hampir semua teman kantor memakainya juga.Pasti hari ini ada upacara salah satu hari peringatan dan, alamat, ketinggalah satu kali absen upacara lagi. Lagi? Ya, karena sudah sering sebetulnya. 🙂

“Kok, pada pake baju identitas, sih?” saya dekati seorang teman setelah saya sampai di ruangan, “Emang ada upacara apa”, tanya saya.

“Lho, ini kan Hari Kesaktian Pancasila, Pak”, jawab kawan saya itu, “Wah, perlu dipertanyakan nilai IPS di NEM-nya, nih”, sambungnya bercanda.

Astaghfirulloh… Iya, ya, ini kan tanggal 1 Oktober”.

Sebetulnya saya nggak kaget sampai istighfar segala. Biar dramatis saja dan menutupi rasa malu. 🙂 Saya nggak lupa hari itu tanggal 1 Oktober. Gimana bisa lupa, tanggal itu kan tanggal gajian. Cuma saya lupa kalau tanggal 1 Oktober itu peringatan Hari Kesaktian Pancasila.

“Yang dipikirin cuman hari ini tanggal gajian, sih”, canda kawan itu seperti bisa menebak isi pikiran saya.

“Ah, siapa bilang. Terang saja lupa soalnya film G 30 S PKI dah ndak diputar lagi, sih, makanya lupa”, jawab saya ngeles.

Film G 30 S PKI? Itu ingatan spontan saya saja. Saya juga nggak ingat kalau kemarinnya itu juga ada hari peringatan juga, tanggal 30 September. Tanggal itu diperingati sebagai hari gerakan 30 September oleh PKI yang disebut dengan Hari Peringatan G 30 S PKI. Kok, bisa lupa ya, padahal dalam dua hari berturut-turut ada dua hari peringatan. Kenapa saya, dan mungkin juga banyak orang lain, bisa lupa?

Setelah berpikir seperti itu, mulai muncullah satu-satu dari beberapa hari peringatan  lain yang saya ingat. Di bulan Oktober itu juga, misalnya ada hari peringatan lain yang jatuh pada tanggal 28, yakni Hari Sumpah Pemuda. Dan, masih banyak lagi hari-hari peringatan yang lain sepanjang tahun. Ada hari yang dipakai untuk memperingati kejadian-kejadian penting dan bersejarah seperti yang sudah disebutkan di atas. Ada pula hari-hari besar keagamaan. Bayangkan ada berapa hari besar keagamaan dari agama-agama yang dianut masyarakat Indonesia. Hari-hari peringatan yang termasuk hari besar keagamaan mungkin gampang diingat karena biasanya hari-hari itu sekolah-sekolah dan kantor-kantor diliburkan. Libur resmi berdasarkan ketetapan pemerintah.

Dari paparan di atas pembaca tentu sudah bisa membayangkan berapa jumlah hari peringatan itu. Itu baru dalam dua bulan sementara dalam setahun ada dua belas bulan. Sebenarnya dalam setahun ada banyak sekali hari peringatan yang saya malas mengetiknya dalam tulisan kali ini karena terlalu banyak. Lalu, seberapa banyak hari peringatan yang diingat.

Mari bersama-sama mengingat hari-hari peringatan yang ada di Indonesia. Ini termasuk yang diperingati secara internasional, misalnya Hari Lingkungan Hidup atau Hari AIDS yang terkenal dan menjadi isu aktual. Sekarang ini tanggal 30 Juni. Apa pembaca ingat bahwa kemarin dan besok  sebenarnya ada hari peringatan. Ada. Kemarin (29 Juni) adalah peringatan Hari Keluarga Berencana dan besok (1 Juli) merupakan Hari Bhayangkara. Lupa kan? Di bulan Juli besok saja ada sederetan hari peringatan. Kalau nggak percaya, coba periksa tautan di bawah ini.

Daftar Hari Penting di Indonesia

Sudah dicek? Banyak sekali, kan? Saya pribadi juga baru tahu, kok. 🙂 Kecuali hari-hari besar keagamaan, banyak hari penting itu yang terlupakan oleh kita. Memang tidak semua terlupakan. Ada beberapa hari peringatan yang “populer”, seperti Hari Kemerdekaan yang diperingati setiap tanggal 17 Agustus, Hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada tanggal 20 Mei, atau Hari Sumpah Pemuda yang ditetapkan di tanggal 28 Oktober.

Ketiga hari peringatan yang dicontohkan di bagian akhir paragraf di atas tentu gampang diingat karena diperingati secara nasional dengan rangkaian seremonial yang terkadang dengan hiburan dan bahkan disiarkan di televisi secara nasional. Tetapi, Hari Keluarga Berencana dan Hari Bhayangkara yang diperingati kemarin dan besok sudah pasti tidak diingat sebagian (mungkin sebagian besar) masyarakat, kecuali pegawai-pegawai di lingkungan kedua instansi itu, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dan POLRI.

Hari-hari penting yang banyak sekali itu ditetapkan tentu dengan tujuan untuk mengenang sesuatu. Apakah itu kejadian-kejadian bersejarah, lahirnya lembaga-lembaga atau instansi-instansi, keprihatinan akan sesuatu (seperti kondisi bumi atau lingkungan hidup), dan sebagainya. Oleh karenanya, mereka diperingati setiap tahun sesuai dengan tanggal dan bulan yang sudah ditetapkan.

Apakah cukup hanya dengan peringatan? Yang terjadi selama ini, setiap jatuh hari peringatan tertentu kegiatannya hanya sebatas seremonial belaka. Dilakukan upacara dengan segala rangkaian acaranya yang pada umumnya membuat kita bosan. Selain itu, dipasanglah spanduk-spanduk berisi slogan-slogan, seperti “Dengan peringatan Hari Bhayangkara mari kita tingkatkan kinerja Polisi sebagai Pelayan Masyarakat” atau “Dengan Peringatan Hari Lingkungan Hidup, Mari kita jaga kelestarian hutan kita”, dan masih banyak lagi contoh sesuai dengan jenis hari peringatannya. Tentu tidak cukup dengan upacara dan spanduk saja kalau tidak dibarengi dengan memahami makna sebenarnya diadakan peringatan itu. Apa yang ditulis dalam spanduk-spanduk tidak salah, tetapi yang salah itu makna dari rangkaian kata-kata yang dipampangkan kepada publik itu yang tidak diterapkan. Tindakan nyatanya tidak ada.

Lalu, apa gunanya peringatan itu kalau hanya sekedar dengan upacara atau gerak jalan santai dan sebagainya yang nggak perlu. Sementara esensi peringatannya tidak diperhatikan. Apabila setiap tahun (lebih baik lagi setiap hari) Kepolisian RI, misalnya, menerjemahkan makna peringatan Hari Bhayangkara dengan melakukan evaluasi lembaga dan kinerjanya tentu tidak akan terjadi kasus-kasus yang sekarang memasyarakat. Demikian pula dengan instansi-instansi lain. Untuk peringatan Hari Lingkungan Hidup juga seyogayanya membuat masyarakat semakin sadar akan pentingnya kelestarian alam mereka. Tidak hanya sekedar memperingati dan setelah itu sudah kemudian setahun berikutnya diperingati lagi dan sudah lagi. Begitu seterusnya sehingga menjadi siklus yang tidak berguna dan menghambur-hamburkan biaya dengan percuma. Lho, kok nyinggung-nyinggung soal biaya? Ya harus. Coba hitung hari peringatan dalam setahun ada berapa dan setiap kali upacara dan seremonialnya menghabiskan biaya berapa. Kalau yang memperingati hari penting itu instansi pemerintah, biaya dari mana lagi kalau tidak dari negara.

Sementara itu, di pihak masyarakat pun tidak banyak yang menyadari sebetulnya di negaranya ini banyak sekali hari penting yang harus diperingati. Ada yang tidak tahu tanggal dan bulannya dan banyak yang tahu tetapi tidak pernah mengingatnya. Bagaimana makna peringatan itu sampai jika hari dan tanggalnya pun terlupakan bahkan ada peringatan seperti itu pun tidak tahu, Hari Listrik Nasional, misalnya. Seberapa banyak orang tahu hari peringatan yang jatuh pada tanggal 27 Oktober itu, padahal peringatan ini penting untuk mengingatkan dan mengajarkan kepada masyarakat akan pentingnya menghemat listrik, misalnya. Dengan penuh rasa malu saya katakan bahwa saya juga baru tahu Hari Listrik Nasional. 🙂

Hari peringatan boleh dikatakan milik para pegawai negeri karena mereka inilah yang rajin memperingatinya dengan upacara meskipun hanya sekedar memenuhi daftar kehadiran. Atau, LSM yang memperingati hari penting sesuai bidangnya. Lalu, lebih tepat disebut apa jika hari-hari penting itu dilupakan masyarakat? Barangkali boleh dibilang HARI PER(TIDAK)INGATAN.

36 tanggapan untuk “Hari Per(tidak)ingatan

    1. Bukan. 🙂
      Tapi, buat refleksi diri akan apa yang sudah ada, sudah dicapai. Harusnya sebagai upaya menyegarkan kembali makna sesuatu yang diperingati itu. Mengingatkan kembali bahwa ada makna di setiap apa yang ada itu.

      Suka

      1. ehem…Se7 pak…
        hanya saja jangan terlalu tenggelam dengan masa lalu ya pak, apalagi kalu masa lalu itu kesedihan…

        BANGHAS tea ATUH… ^_^

        Suka

  1. :kebanyakan diperingati, kebanyakan lupa.
    :karena biasanya sesuatu yang ingin selalu diingat, biasanya sering dilupakan.
    :tapi kalo sesuatu yang diniati ga perlu dan ga usah diingat, malah selalu teringat.
    :kenapa kalo hari gajian selalu diingat? dunia memang aneh.

    Suka

    1. Wah, gimana jawabnya ya 🙂

      Mungkin karena dah menjadi rutinitas sehingga menjadi hal yang tidak istimewa. Akhirnya bisa terlupakan.

      Gaji? ya iyalah. itu kan hal yang menyenangkan 😀

      Suka

  2. wah, gak kebayang kalo semua hari “penting” itu diperingati dengan upacara bendera. bisa kebakar dah kulit siswa-siswa. xixixiiii… nice post Pak…

    Suka

  3. Salam,

    Mestinya operator phone cell di Indonesia bisa memberi peringatan melalui sms ya mas, biar semua pengguna ponsel juga tahu “hari ini” hari peringatan apa ?

    Thanks.

    Suka

  4. Wah, Saya juga baru tau Pak hari Listrik Nasional 😀
    Memang Pak, kalo gajian lupa segalanya, He5 😀
    (Pengalaman pribadi)

    Suka

  5. bisa jadi karena terlalu banyak hari penting, maka hari yang seharusnya penting itu,
    menjadi terlihat nggak penting. 🙂

    Suka

  6. hehee.. abis baca post ini, sy jadi inget tulisan di lembaran pengumuman di Mading Fisika…
    “Kepada semua Mahasiswa penerima Beasiswa Bidik Misi, Diwajibkan untuk hadir pada Upacara peringatan hari pahlawan” (hari dan tanggalnya sy udah lupa 🙂
    maksa sekali sampe bilang “diwajibkan”
    akhirnya, sy dengan raut wajah yg gembira (hohoo.. penuh kepalsuan) datang ke halaman rektorat hanya untuk belajar menahan sengatan matahari, menonton sang merah putih ditimang, diiket, kemudian di gantung di tiang setinggi 20 meter oleh para pasukan yang menakutkan 🙂

    http://ronistiawan.blogspot.com

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.