Nina… Oh, Nina

Namanya Nina. Nggak ada satu pun yang tahu nama lengkapnya siapa meskipun dia sudah lama tinggal di daerah itu. Ada yang menduga nama lengkapnya Karenina; ada pula yang asal menebak lengkapnya Ninawati. Yang kami tahu namanya Nina. Cukup Nina saja. Sebuah nama yang biasa-biasa saja, tidak mewakili keanggunan juga tidak kebinalan. Itulah Nina.

Nina sebenarnya bukan siapa-siapa. Meskipun tidak populer, sosoknya diketahui orang-orang di sekitarnya. Tubuhnya yang bongsor memudahkan orang mengenalinya. Di umurnya yang baru meninggalkan masa remaja dia lebih menghabiskan waktu di rumah. Tidak seperti kebanyakan gadis di sekitarnya.

Tubuh Nina memang lebih bongsor dibandingkan teman-teman seumurnya. Bisa dibilang posturnya lebih berisi daripada yang lain. Penampilannya pun lebih bersih. Itu yang membedakannya dengan yang lain. Karena merasa memiliki sedikit kelebihan itulah, Nina juga punya perangai buruk. Dia agak pongah. Merasa dirinya paling banyak perhatian dari lawan jenisnya. Alhasil dia hampir tidak punya teman main. Mungkin teman-temannya menganggap Nina pesaing untuk mendapatkan perhatian lawan jenis. Meski begitu, si Nina tenang saja. Tidak digubris sikap bermusuhan kawan-kawannya. Setiap hari tampaklah dia berjalan melenggak-lenggkok bak peragawati yang sedang bergaya di atas panggung peragaan busana. Nina memang cuek dengan lingkungannya. Mungkian dia pikir yang penting dirinya senang, peduli setan mereka-mereka itu. Kecuekannya pun dia tunjukkan ketika dia melewati warung kopi di kampung itu yang setiap hari dipadati pengunjung. Dia cuek meski beberapa di antara mereka yang nongkrong di warung itu memanggil namanya, menggoda.

“Nina… Nina….”, sapa satu-dua pengunjung warkop yang kebetulan nongkrong di bangku depan warung itu.

Nina memang cuek dan nggak peduli sekitar. Dia cuma nengok dan melihat mereka sekilas yang dia pikir menggodanya  itu sambil melenggang entah kemana tujuannya. Nina nggak peduli reaksi dongkol dari mereka yang memanggil namanya.

“Emang siapa kalian. Kalian bukan tipeku dan yang penting sekarang aku punya seseorang yang menyayangiku”, Nina ngedumel dalam hatinya sambil terus melenggak-lenggok.

Nina nggak peduli mereka karena ada “mas-mas” yang menyayanginya. Orang yang menjamin hidupnya. Kebongsoran tubuhnya pun karena campur tangan si mas ini. Tak heran kalau orang-orang di sekitar Nina menyebut dia sebagai simpanan, piaraan. Bahkan di belakang Nina, beberapa pengunjung warung kopi menjulukinya jablay. Mereka menyebutnya Nina Jablay. Kasihan Nina. Dia tidak tahu kalau dirinya dijuluki seperti itu. Sebuah julukan yang tidak bermuatan nilai positif. Nina memang nggak peduli sekitarnya. Tapi, kasihan juga si mas ini ikut tercemar namanya. Dia hanya bermaksud melindungi dan memenuhi kebutuhan Nina karena iba melihat si bongsor ini sebatang kara. Mungkin bapak-ibunya ada juga di daerah itu tapi tidak mempedulikannya. Bapaknya tidak diketahui siapa. Kabar yang beredar di daerah tempat tinggal si Nina ibunya itu sibuk dengan beberapa lawan jenisnya. Yang mengherankan, orang-orang sekitar situ seperti membiarkan Nina tinggal di tempat si mas, padahal mereka tidak ada hubungan darah.

Suatu ketika suasana menjadi gempar karena mendengar teriakan dari kontrakan di seberang warung kopi itu. Nina sama si mas yang menyayanginya itu memang tinggal di kontrakan itu. Kebetulan waktu itu si mas juga ikut nongkrong.

“Nina ternyata selama ini bunting”, teriak salah seorang penghuni dari gerbang.

“Sekarang dia lagi melahirkan. Tuh.. tuh.. tubuh anaknya baru setengah keluar”, teriak salah satu penghuni kontrakan itu dengan terengah.

Si mas lari ke dalam halaman kontrakan diikuti beberapa orang yang tadi nongkrong di warkop. Tak lama kemudian orang-orang yang mengikuti si mas ke dalam, balik lagi ke warung. Wajah mereka seperti tampak seperti baru melihat sesuatu yang mengerikan.

“Ih… dasar si jablay“, katanya sambil menggerakkan bahunya seperti orang sedang merasa jijik, “Udah bunting nggak ada lakinya, melahirkannya seperti itu pula, iiih..”, lanjutnya dengan gerakan yang sama.

Ternyata anak Nina lahir kembar. Dia melahirkan tanpa pertolongan seorang bidan, melahirkan sendiri. Yang dia bawa jalan-jalan sambil merintih kesakitan itu bayi satunya yang baru setengah keluar. Si mas cerita, anak yang pertama lahir dia temukan di balik tanaman hias di halaman kontrakan itu. Sudah mati dalam keadaan dikerumuni semut. Kembarannya pun akhirnya mati karena kelamaan di “pintu” keluarnya menuju dunia yang fana ini.

Mendengar cerita si mas ini, kok,  jadi ingat tayangan-tayangan berita televisi tentang bayi yang ditemukan di dalam kardus dalam keadaan mati, di sungai yang juga dalam keadaan tidak bernyawa, atau banyak kasus pembuangan bayi yang baru dilahirkan di luar pernikahan. Pelaku biasanya adalah ibunya sendiri. Karena alasan malu melahirkan tanpa suami dan tidak ingin orang mengetahuinya, dia lahirkan bayinya itu diam-diam kemudian membuangnya. Ada yang memang lahir dalam keadaan tidak bernyawa; ada pula yang sengaja menghilangkan nyawa sang bayi begitu dilahirkan kemudian  membuangnya.

Kasus-kasus seperti itu biasanya terjadi karena gadis-gadis pelaku pembunuhan dan pembuangan bayinya sendiri terlalu bebas bergaul dengan pasangannya. Melakukan perbuatan suami istri tanpa ikatan yang sah dan akhirnya menyebabkannya hamil. Setelah tahu mereka hamil, ditinggalkannya oleh pemuda pujaan hati yang tidak bertanggung jawab itu. Kasus-kasus seperti itu pun semakin sering terjadi. Pelaku-pelaku kasus ini pada umumnya orang yang strata sisialnya di bawah, seperti pembantu rumah tangga atau gadis-gadis pekerja kasar (mungkin gadis-gadis yang mampu secara materi mempunyai biaya untuk menggugurkan janinnya ketika mengalami hal yang sama). Terhadap kasus-kasus seperti itu pada akhirnya diskusi-diskusi menyimpulkan penyebabnya adalah minimnya pendidikan. Apalah penyebabnya, yang jelas karena perbuatan terlarangnya, seorang bayi tak berdosa menjadi korban.

Kembali ke Nina lagi. Setelah peristiwa itu seolah orang-orang di tempat Nina berada tidak lagi pernah membicarakannya. Mereka seperti menganggap Nina tidak pernah mengalami hal seperti itu, melahirkan tanpa jelas bapak jabang bayinya dan anaknya keluar dari rahimya dengan cara yang mengenaskan.

Singkat kata, keberadaan Nina diterima sebagai suatu kewajaran lagi. Jalan berlenggak-lenggok, sesekali melintas di depan warkop dan cuek ketika dipanggil namanya. Sampai suatu ketika…

“Nina kayaknya mau punya anak lagi, Mas”, tanya seseorang yang lagi makan roti bakar kepada si mas.

“Ya, nggak tau tuh. Buntang-bunting mulu si Nina”, jawab si mas dengan datar seperti biasanya.

“Si Mas kali bapaknya”, lanjut pemuda yang makan roti bakar itu.

“Sembarangan, lo, memang gua apaan”, jawab si mas tapi heran, kok, dia nggak tersinggung.

Dia memang satu atap dengan Nina sementara, perlu ditegaskan lagi, si mas tidak ada hubungan darah dengannya. Obrolan itu pun berlalu begitu saja. Singkatnya, Nina pun menunjukkan gelagat mau melahirkan. Si mas menyiapkan tempat buat Nina dan anaknya. Lagi-lagi Nina melahirkan dengan cara yang hampir sama waktu pertama bunting dan lagi-lagi juga tanpa pertolongan ibu bidan. Anaknya mati sesaat setelah keluar ke dunia. Sepertinya Nina memang enggan mempunyai anak. Meskipun begitu, Naluri keibuannya sebenarnya ada. Tak lama setelah kematian anaknya yang pertama dulu, Nina mengakui bayi-bayi tetangga sebagai anaknya. Dia gendong dan berusaha menyusuinya. Dia memang aneh.

Itulah Nina yang selalu menjalani pergaulan bebas dengan lawan-lawan jenisnya. Sampai dua kali dia punya anak tanpa ada yang mengaku sebagai bapak anaknya. Anehnya orang-orang yang melihat pun tidak mempedulikan perilaku si Nina. Tinggal sama si mas. Keliaran dengan gayanya yang sok anggun. Bunting dua kali. Menelantarkan bayinya pula. Sungguh sudah di luar batas kewajaran sebetulnya.

Pada suatu hari Nina pun jadi bahan perbincangan lagi. Pasalnya, si Nina lebih gemuk daripada biasanya. Perutnya seperti berisi lagi untuk “edisi” ketiga. Itu tampak dari perkembangan tubuhnya . Dan kalau berjalan seperti kehilangan tenaga meskipun dia berusaha tetap jalan seperti peragawati. Mungkin memang kodratnya dia berjalan anggun seperti itu.

“Si Nina mau punya anak lagi, Mas? Produktif sekali, padahal masih jomblo”, kali ini kata pemilik warkop sambil bibirnya yang berkumis itu menyunggingkan senyum.

Jomblo? Iya. Nggak punya pasangan tetap. Tapi, si Nina dah tiga kali berisi perutnya. Seharusnya itu menjadi pertanyaan besar. Masyarakat sekitar dia tinggal, kok, diam saja? Yang ada hanya sebatas pembicaraan biasa yang kadang malah seperti becanda. Masyarakat seperti apa sebetulnya di tempat dia tinggal. Seperti tidak ada norma untuk perbuatan dan tindak-tanduk si Nina.

“Iya, nih, si Nina. Dasar jablay. Kelakuannya nggak dijaga”, kata salah seorang pengunjung warkop.

“Betul, dasar Nina. Memang jablay dia. Bisanya ngelayap cari laki”, sahut yang lain.

“Nggak kaget, dia kan nurun ibunya. Gonta-ganti laki”, yang lain menimpali.

Nina pun melintas di depan orang-orang yang menggunjingnya. Dia mungkin tidak mendengar obrolan mereka tentang dirinya. Dia berdiri memandang seorang berhelm yang sedang memarkir motornya. Rupanya si mas yang baru pulang dari tempat kerjanya.

“Nina…”, panggil si mas.

Nina pun mendekati si mas. Diraihnya tubuh Nina oleh si mas. Digendongnya dan dielus-elusnya kepala Nina. Tiba-tiba datang si Gracy dan Nina pun meloncat dari gendongan si Mas mengejar Gracy. Si mas pun berdiri mengejar Nina.

“Nina… pus…. puuuus….”, panggil si mas.

😀 😀 😀 …. Maaf, Nina memang kucing yang dipiara si Y…k, teman kos. Dan Gracy adalah kucing E..i yang dia nggak terima kalau kucing yang dipanggilnya dengan nama Gracy sebenarnya bukan kucingnya dulu yang dia beri nama itu. Mungkin itu anaknya Gracy karena saat ini seharusnya Gracy bukan kucing “remaja”, tapi kucing “nenek-nenek”.

Ini sekedar kiriman tulisan yang iseng-iseng saya buat karena sudah bosan kebauan kotoran kucing di sekitar tempat kontrakan  untuk  sementara ini aku tinggal. Kalau ada nama-nama dan kejadian-kejadian yang mirip itu hanya kebetulan belaka. Tapi, nama Nina dan Gracy memang nama dua kucing di antara kucing-kucing yang suka ikut nongkrong untuk mendapatkan sisa makanan di warung kopi tempat kami nongkrong. Dua kucing itu bernama karena dipiara dua orang yang namanya ditulis dengan metode fill in the blank di atas (sebenarnya dibilang miara nggak juga; hanya lebih sering diperhatikan daripada kucing-kucing lain). 😀 Hewan pun mengalami perlakuan diskrimansi.

36 tanggapan untuk “Nina… Oh, Nina

  1. cerita yang bagus,kocak dan sedikit tegang….endingnya itu yang bikin gregetan…kirain manusia tahunya sipuspus…hehehe….Salam kenal dan persahabatan dari kalimantan………

    Suka

  2. haaaaaaaaggggghhhhh (sambil genggam tangan) dasaaaaaaar….
    ketipu qt rupanya..
    sudah asyik2 baca panjang pula…
    eh gak taunya yang diceritain kucing hadooh hadoooh hadooh..
    ada2 ja ni bang mochammad..

    tp ook lak siiiip buat ngilangin kepenatan…

    Suka

  3. panjang…*eghh..

    Tapi kerenlah, buktinya saya bisa baca ampe tuntas, malah ikut komen.

    *kapan bisa nulis se-panjang ini yah? eh maksudnya se-bagus ini..

    -uLLy-

    Suka

  4. ha….ha…ha..ha..ha..
    mau teriak…Opaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa……
    tadi sempet berpikir..kalau ini becanda..
    tapi masih bingung…gak tahunya…
    Opaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
    ha…ha..ha..ha..
    have a nice weekend…

    Suka

  5. Nina…Oh…Nina…..

    Kasihan manusia yang bernama Nina….

    he…he…

    tapi aku sungguh salut!

    endingnya Gak ketebak…

    Suka

  6. @Ahsanfile, @namakugusti, @kanvasmaya, @Ully, @Gibb, @Abdul Ghofur, @masbadar, @mylittleusagi, @arrarian, @budiwin, @ari syaoran, @karcaxfile, @neena, @tedyinblog, @alamendah, @rista, @isepmalik.

    Ada kabar gembira: Nina sekarang lagi bunting nggak tahu untuk yang kelima atau keenam kalinya 😀

    Khusus buat @neena: maaaaaaaf, aku tidak bermaksud. Kemiripan nama hanya kebetulan belaka 🙂

    Suka

  7. Ruarrrrrrr biasaaa….ini bisa dipilih sebagai ‘best posting of the month’….ughhh. bener-bener ndak ketebak endingnya

    Suka

    1. Nina, maaf banget. Tidak bermaksud menyinggung siapa pun. Di dalam teks itu juga sudah dijelaskan kalau ada kejadian dan nama yang mirip hanya kebetulan belaka. Sekali lagi maaf :(.
      Permohonan maaf ini berlaku bagi siapa saja yang mempunyai nama kebetulan mirip atau sama dengan tokoh dalam cerita ini.

      Suka

  8. kurang mantap nih ceritanya
    coba tambahin dalam rangkaian ceritanya ini ada istilah ” mandi kucing”pasti lebih menantang dan ” HOT”.

    bikin lagi dong cerita2 seperti itu, namun tokohnya ikan atau binatang lainnya.

    Suka

  9. Waduh..bojoku ki jenenge Nina je mas! Ning ora popo mergane bojoku dudu kucing!
    Wah cerpen sampeyan bisa menyihir banyak pembaca! Sangat bagus!

    Suka

  10. Sungguh aku tidak geli sama sekali! Air mataku malah bercucuran baca ceritamu ini. Terus blajar dan banyak baca ya. Sebagai gurumu tampaknya aku harus bersyukur walau kamu hanya bisa mnyerap sper4 dr ilmuku. Ttap smangat dan jg ptus asa yahttp://ysalma.wordpress.com/2010/07/26/28-cara-orangtua-dicintai-anak/

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.