Ada yang Hilang Bersama Tragedi Situ Gintung

Pagi sampai dengan malam tadi publik dikejutkan dengan peristiwa jebolnya tanggul Situ Gintung, sebuah danau kecil yang terletak di pinggiran Jakarta yang menjadi ibukota negara kita. Sejauh ini musibah banjir ini sudah menelan 65 korban jiwa dan 72 orang hilang (Detik.com, Jumat, 27/03/2009 22:44 WIB). Setelah sehari ini, menyaksikan berita berkaitan dengan peristiwa itu, ada beberapa hal yang harus menjadi bahan renungan saya maupun Anda.

Renungan yang patut saya dan Anda jadikan “PR” itu terinspirasi dari tayangan yang lihat dan wawancara dengan korban banjir yang saya dengar dari berita-berita televisi sepanjang hari ini. Apa yang saya dengar dari narasumber yang diwanwancarai reporter berita televisi itu barangkali bisa hanya sebatas pandangan subjektif, namun gambar-gambar yang ditayangkan di berita-berita itu tentu sesuai dengan aslinya (what you see is what you get), kecuali kalau Mas Roy Suryo bilang ada trik di situ.

Berdasarkan hal itu, saya berpikir bahwa sepertinya ada nilai positif yang mulai memudar meskipun tidak boleh dikatakan sudah hilang dari kehidupan bermasyarakat kita. Apa yang saya maksud dengan nilai positif ini bermuara pada satu kata yang penuh makna, yaitu kepedulian. Kepedulian yang selama ini bisa terefleksikan dalam bentuk budaya gotong royong. Kepedulian yang bisa terefleksikan dalam wujud tangung jawab. Kepedulian yang juga dapat menimbulkan niat baik untuk menolong sesama yang sedang kesusahan. Ini semua menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang menggelitik.

Kemana Budaya Gotong Royong Kita?

Masyarakat kita mengenal dengan sangat baik istilah gotong royong. Istilah yang melambangkan konsep budaya bantu-membantu atau tolong-menolong. Budaya ini tidak berkaitan dengan materi, tetapi bekerja bersama-sama dalam bentuk kegiatan fisik. Budaya ini berlaku ketika sedang mengerjakan sesuatu untuk kepentingan umum atau membantu individu atau kelompok yang sedang mengalami musibah. Pada terjadi musibah seperti tanggul Situ Gintung jebol ini sudah sepatutnya saya dan Anda, terutama warga sekitar waduk yang tidak terkena banjir itu melakukan gotong royong, bekerja bersama-sama membantu mengatasi musibah ini.

Namun demikian, beberapa kali saya menyaksikan berita di televisi yang menyajikan gambar lokasi musibah di sekitar Situ Gintung, Ciputat, Tangerang. Ada satu visualisasi dalam berita salah satu televisi swasta yang berupa kegiatan sekelompok orang sedang mencari ikan di genangan air dari situ yang tanggulnya jebol itu. Tentu apa yang saya paparkan itu dapat dengan mudah dikenali karena sejumlah orang tampak sedang membawa alat untuk menempatkan ikan hasil pancingan (saya tidak tahu namanya) yang lazim dibawa oleh orang yang gemar memancing ikan. Mereka sedang membungkuk memunguti sesuatu dari genangan air. Gambar lain menunjukkan sekelompok orang –tentu jumlahnya banyak– sedang menonton lokasi kejadian. Orang-orang ini bisa diduga sebagai penduduk sekitar lokasi musibah atau bahkan orang-orang yang berasal dari tempat yang jauh dari lokasi dan datang untuk melihat secara langsung.

Tentu pemandangan seperti di atas ironis karena pada bagian lain di tempat kejadian para korban banjir itu sedang meratapi nasib mereka. Meratapi nasib karena dalam sekejab mereka kehilangan harta dan sanak saudara. Meskipun sudah ada pihak lain, seperti SAR atau para relawan, mereka seharusnya tidak boleh seperti itu; seolah tidak menunjukkan rasa simpati atas penderitaan orang lain. Justru mereka menganggap tempat kejadian banjir yang menyebabkan para penghuninya menderita seperti tempat rekreasi. Alih-alih bekerja berasama-sama membantu korban banjir, mereka mencari ikan atau hanya menonton saja. Pihak keamanan sepatutnya menutup tempat itu bagi orang-orang yang tidak berkepentingan dan hanya datang hanya untuk menonton apalagi mencari ikan karena selain dapat membahayakan mereka juga dapat mengganggu jalannya evakuasi korban.

Bagaimana Tanggung Jawab Pemerintah dan Masyarakat?

Setelah kejadian, semua yakin pemerintah pasti akan turun tangan dengan segera. Dan, Presiden-Wakil Presiden RI beserta rombongan yang terdiri dari para menteri yang terkait dengan tanggung jawab atas musibah ini datang ke lokasi. Meskipun demikian, sampai dengan tayangan gambar di berita sore kemarin bagian tanggul yang jebol tampak masih menganga lebar. Belum ada tanda-tanda upaya mencegah agar tidak terjadi banjir susulan mengingat sekarang musim hujan dan kemarin sore langit di Jabodetabek diselimuti mendung dengan sangat tebal. Ini tidak perlu dipertakan.

Yang patut direfleksi adalah tanggung jawab sebelum peristiwa ini terjadi. Ada nara sumber yang berasal dari daerah kejadian musibah menyatakan bahwa sebelum-sebelum ini sudah ada tanda-tanda, seperti air merembes dari tanggul, namun pihak pemerintah seperti tidak menganggap sebagai hal yang serius. Menurut narasumber tadi, orang-orang dari pemda (menurutnya) sudah pernah mempfoto tanggul yang dikhawatirkan warga akan jebol, tetapi tidak ada tindak lanjutnya. Barangkali pihak pemerintah lupa bahwa di sekitar Situ Gintung tinggal ribuan jiwa yang setiap saat terancam keselamatan mereka. Seandainya pemerintah tidak mengabaikan tanggung jawabnya dan mengambil tindakan yang tepat, barangkali tidak akan terjadi musibah ini. Sebuah tindakan yang seharusnya tidak menelan biaya yang lebih besar dari biaya yang diperlukan untuk melakukan perbaikan kondisi sekarang dan yang lebih penting adalah sebuah tindakan yang dapat menyelamatkan ribuan penduduk dan harta benda mereka.

Masyarakat sekitar barangkali juga tidak terlepas dari tanggung jawab akan kelestarian dan keterjagaan alam dan lingkungan sekitar Situ Gintung. Situ yang pada awalnya memiliki luas 30 ha lebih ini menciut menjadi sekitar 20 ha lebih tentu selain karena faktor alam juga faktor manusia. Bukan tidak mungkin perumahan penduduk yang terkena musibah banjir itu dulunya merupakan bagian dalam situ. Ketika berubah menjadi pemukiman dan keterjagaan alam lingkungan berjalan berimbang, niscaya kejadian seperti ini dapat dihindari.

Mengaburkan Niat Baik

Korban banjir karena jebolnya tanggul Situ Gintung tentu memerlukan uluran tangan dari siapa saja yang peduli dan punya niat baik tentunya. Di pihak lain, peristiwa ini terjadi di tengah masa kampanye parpol untuk pemilu bulan depan. Ini akan menjadi media untuk menggalang massa bagi parpol. Oleh karenanya, kepedulian dan simpati tentu tidak boleh sampai mengaburkan niat baik. Niat baik dengan tendensi tertentu alias tidak tulus, misalnya memberi bantuan atas nama partai dengan datang lengkap bersama segala atribut partai.

Dalam situasi seperti yang dialami warga yang terkena musibah banjir ini, Alangkah baik setiap parpol menanggalkan sejenak baju partainya dan mengganti dengan “baju” kemanusian dan berniat meringankan beban masyarakat yang akan diwakilinya di kursi parlemen nanti. Selayaknya semua partai bekerja sama secara terkordinir dalam menggalang dana bantuan untuk korban Situ Gintung. Ini adalah satu niat mulia yang akan menjadi bekal mereka dalam menjalankan tugas yang sudah tentu tidak ringan.

Akhirnya, musibah jebolnya tanggul Situ Gintung sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur. Tanggung jawab yang seharusnya dilakukan sebelum tanggul jebol sudah lewat dan tanggung jawab besok dan seterusnya harus dipikirkan dan direalisasikan dengan niat baik dan tulus serta dilakukan bersama-sama, saling membantu. Sudah barang tentu musibah ini bisa menjadi bahan ajar kita dalam manjalani hidup bermasyarakat selanjutnya oleh siapa saja, di mana saja, dan kapan saja.

Satu tanggapan untuk “Ada yang Hilang Bersama Tragedi Situ Gintung

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.