Ayooo… Sekolah! Bukan Buat Semua

Ayooo… sekolah. Begitulah kalimat terakhir sebuah lagu tema dari sebuah iklan layanan masyarakat tentang ajakan sekolah yang pernah ditayangkan di stasiun-stasiun televisi beberapa waktu lalu. Iklan layanan masyarakat semacam itu biasanya akan ada setiap peringatan Hari Pendidikan Nasional dengan berbagai versi. Dalam iklan pendidikan itu digambarkan sekelompok anak sekolah sedang berlarian ceria dengan seragam mereka. Keceriaan masa sekolah yang dapat dijumpai di sekitar kita.

Keceriaan seperti itu minggu ini mewarnai sekolah-sekolah yang ada di seluruh Indonesia. Dan, hari ini sudah hari kedua dimulainya tahun ajaran baru dari mulai jenjang pendidikan taman kanak-kanak sampai sekolah menengah. Hari yang ditunggu-tunggu anak usia sekolah di seluruh negeri ini. Karena antusiasnya mau masuk kelas baru setelah naik ke tingkat yang lebih tinggi, di daerah Jawa Tengah sampai ada beberapa anak dan orang tuanya yang rela menunggu di depan ruang masing-masing kelas sejak dini hari demi mendapatkan posisi tempat duduk di kelas. Seperti diberitakan salah satu stasiun televisi swasta (Global TV) kemarin siang, mereka berebut masuk kelas di antar orang tua masing-masing dan mencari posisi yang strategis agar lebih gampang mendengarkan penjelasan guru. Dalam berita itu terlihat suasana yang ceria di wajah bocah-bocah sekolah dasar itu. Itu merupakan satu fenomena menjelang tahun ajaran baru. Di tempat lain mungkin ada keceriaan dalam bentuk berbeda. Visualisasi dalam tayangan berita itu menggambarkan betapa para pelajar itu gembira menyambut tahun ajaran baru yang sudah ditunggu setelah libur beberapa minggu. Ditunggu-tunggu setiap anak usia sekolah? Ah, sepertinya tidak begitu…

Tanggal 12 Juli kemarin memang hari pertama masuk sekolah. Pelajar-pelajar itu tentu sibuk menyiapkan diri pada hari-hari sebelum masuk tahun ajaran baru. Tidak kalah hebohnya dengan mereka dalam persiapan sekolah itu pastinya para orang tua murid. Menjelang hari itu tentu mereka, terutama ibu-ibu, sibuk menyiapkan segala keperluan sekolah anak-anak mereka selama menjelang berakhirnya liburan panjang kenaikan kelas dan kelulusan. Kesibukan rutin tahunan yang berkaitan dengan mempersiapkan seragam dan peralatan sekolah baru atau kesibukan mencari sekolah dan mendaftarkan anak-anaknya yang kebetulan baru masuk tuhun pertama setiap jenjang sekolah. Menjelang tahun ajaran baru menjadi bulan-bulan yang banyak membutuhkan biaya. Sampai-sampai kabarnya gaji ke-13 PNS dibayarkan pada bulan Juni atau Juli memang disengaja untuk persiapan biaya sekolah anak-anak para abdi negara itu. Namun, tidak semua anak berorangtuakan PNS atau pegawai lain. Banyak anak usia sekolah memiliki orang tua yang berpenghasilan tidak tetap bahkan pengangguran atau anak yatim.

“Kehebohan” seperti diceritakan di atas tidaklah dialami oleh setiap anak yang tidak berorang tua seberuntung itu. Seperti yang hari itu juga diberitakan di stasiun televisi yang sama tentang anak-anak yang tidak bisa menikmati keceriaan menyambut tahun ajaran baru. Dalam berita itu, selain berita tentang rebutan bangku yang sudah diceritakan di atas, ditayangkan pula beberapa anak usia SD di salah satu daerah di Bali yang tidak lagi punya kesempatan mengenyam pendidikan. Divisualisasikan dalam berita itu beberapa perempuan kecil yang menjadi kuli angkut belanjaan di salah satu pasar di daerah itu. Sungguh sangat menyedihkan ketika anak-anak seusianya riang gembira dengan baju seragam dan peralatan sekolah baru berangkat ke sekolah bahkan berebut bangku di kelas pada saat bersamaan anak-anak yang diberitakan itu harus bersusah payah mengangkut barang-barang belanjaan orang-orang yang menyewa jasanya di atas kepala mungilnya.

Ketika diwawancarai, salah satu dari anak itu ada yang tidak ingin sekolah karena membantu ibunya mencari nafkah dengan penghasilannya sehari yang kurang-lebih 10 ribu rupiah. Anak yang lainnya menjawab uang hasil keringatnya ditabung buat melanjutkan sekolah. Sungguh menyedihkan. Kalau pembaca sempat menyaksikan berita itu kemarin, tentu hampir tidak menemukan senyum di bibir anak-anak dalam umurnya yang masih belia sudah berjuang dalam kerasnya kehidupan. Kalau sudah begitu, jangan lagi dibayangkan orang tua mereka juga mempunyai kesibukan mempersiapkan segala kebutuhan sekolah anaknya seperti yang diilustrasikan di atas.

Anak-anak tidak beruntung itu tentu tidak hanya ada di Bali seperti diberitakan. Mereka ada di segenap pelosok negeri ini. Kalau ditanyakan kepada mereka ingin sekolah lagi atau tidak, pasti mereka menjawab ingin. Kalau mereka menjawab ingin membantu orang tuanya, dalam hati kecil anak itu mungkin menjawab ingin sekolah lagi juga.

Melihat kenyataan seperti itu, satu pertanyaan layak diajukan di sini. Mengapa “tangan” kebijakan yang berbunyi Wajib Belajar (Wajar) belum menyentuh mereka? Program Wajar 6 tahun kemudian disusul 9 tahun bukankah sudah dicanangkan sejak lama, sejak jaman Pemerintahan Orde Baru. Pembaca bisa menghitungnya sendiri kira-kira sudah berapa lama program itu berjalan. Saat ini bahkan sudah ditetapkan Wajar 12 tahun. Seharusnya jumlah anak-anak usia sekolah sampai tingkat SMA yang pendidikan mereka putus di tengah jalan sudah berkurang, namun faktanya masih ada. Kalau keberadaan mereka terlewatkan oleh sentuhan “tangan” kebijakan pemerintah, mereka itu kan kasat mata. Mereka bisa dilihat dan dapat dijumpai di mana-mana. Mengapa mereka seakan terlewatkan. Apa yang salah dalam hal ini?

Mencari kambing hitam dalam kasus seperti itu tentulah sangat tidak bijaksana. Mencari siapa yang paling salah tentu tidak menyelesaikan masalah. Menyalahkan keadaan apalagi, tidak akan ada habisnya. Yang lebih penting adalah bagaimana membuat anak-anak putus sekolah bisa masuk sekolah lagi sedikit demi sedikit sampai tuntas seluruhnya dan tidak muncul anak putus sekolah baru. Ini tentu menjadi tanggung jawab semua, tetapi tentu ada yang paling bertanggung jawab dalam hal ini. Yang paling bertanggung jawab adalah orang-orang yang pernah berkampanye akan menyejahterakan mereka. Orang-orang yang pernah berjanji menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah secara gratis.

Lalu kemana mereka semua itu? Tentu mereka masing-masing ada di tempatnya yang “tinggi”. Setelah mendapatkan tempat tinggi itu berikutnya sibuk mempertahankannya. Pihak-pihak yang paling bersangkutan dengan pendidikan pun seolah sibuk mencari muka dengan, misalnya mempertahankan tingkat kelulusan yang hampir sempurna, demi bertahannya tempat “tinggi” yang sudah dimiliki. Akhirnya, anak-anak usia sekolah yang malah bekerja keras mencari uang untuk membantu orang tua jadi luput diperhatikan.

Kalau dibilang luput dari perhatian, tidak juga. Karena para penentu kebijakan pendidikan ini pernah menayangkan beberapa iklan layanan pendidikan yang menggambarkan anak-anak yang kurang beruntung itu. Selain yang digambarkan di awal tulisan ini, iklan layanan masyarakat tentang pendidikan ada yang berupa visualisasi anak kurang mampu yang terpaksa putus sekolah dan berjualan kue di sekolahnya. Dalam versi lain, versi dana BOS, diilustrasikan seorang anak yang karena sangat inginnya sekolah sampai mengikuti pelajaran di bawah jendela dari luar kelas. Itu menunjukkan para petinggi itu peduli, namun apa yang dilakukan mungkin belum maksimal dan tertutup oleh kepentingan lain. Semua yang diklankan itu hanya masih sebatas propanganda, namun realisasinya kurang.

Sekali lagi, anak-anak putus sekolah yang tidak bisa menyambut tahun ajaran baru dengan ceria dan penuh harapan itu masih ada. Mereka masih banyak tersebar di antero Nusantara ini. Mereka masih banyak. Mereka masih banyak. Mereka masih banyak. Sengaja diulang-ulang biar tidak dilupakan bahwa mereka yang tidak beruntung dalam hal hak mendapatkan pendidikan itu masih ada dan banyak sekali. Ayooo… beri kesempatan mereka sekolah!!!

11 tanggapan untuk “Ayooo… Sekolah! Bukan Buat Semua

  1. di saat anak2 bangsa sangat membutuhkan pendidikan untuk kemajuan negeri ini kelak..
    selalu saja terkendala dengan masalah biaya
    pemerintah kita seakan berada di menara gading, tidak mau turun ke bawah melihat persoalan ini
    sungguh ironis sekali

    salam

    Suka

  2. yang seneng anak-anaknya Pak…
    sepatu baru
    baju baru
    tas baru
    buku baru
    temen-temen baru
    guru-guru baru
    uang jajan baru

    Kita yang pusing mikirinnya he eh ehe hee

    Suka

  3. semoga pemerintah memang benar peduli, hingga biaya pendidikan tidak semakin mncekik para orang tua πŸ™‚

    selamat bersekolah untuk yang ke sekolah πŸ˜€
    selamat mengajar untuk para guru
    dan selamat mencari nafkah untuk para orang tua πŸ™‚

    Suka

  4. ‘Ayo Sekolah’ itu buat semua pak, karena semuanya diajak untuk sekolah…. tapi, yang ikut cuma mereka yang mampu bayar saja, yang tidak mampu ya tidak ikut sekolah…he.he.. biaya pendidikan di negeri ini sangat mahal, katanya sekolah gratis tapi tetep saja mahal… (lalu yg gratis yg mana ya pak?.. πŸ™‚ ) terimakasih

    Suka

  5. Menyentuh sekali, Mereka masih banyak. Mereka masih banyak. Mereka masih banyak. Ya mereka sangat sangat banyak, yang spt itu. Kasihan, sementara politikus asik mikirin kursi mereka, sementara banyak anak-anak tak bisa menduduki kursi sekolah. Kata politikus, hidup Demokrasi, tapi rupanya ‘Dia Mao Korsi’….hiks

    Suka

  6. @mr. sectiocadaveris: ya begitulah, bro. fenomena yang selalu dapat dilihat setiap hari, tapi luput dari perhatian. barangkali mungkin juga enggan memperhatikan.

    @ahsanfile: anak-anak yang bisa menikmati masa sekolah ya seneng, bro, tapi banyak yang nggak bisa ikut seneng-seneng. itu kenyataan.

    @Adi: betul, sob. menyedihkan dan orang-orang yang harusnya bertanggung-jawab tidak kenal ungkapan “sangat menyedihkan” itu.

    @wiangga0409: ya begitulah, wi, katanya gratis, tapi masih ada ini dan itu yang harus dibeli.

    @’Ne: ya, Ne. Yang penting perhatian dari pemerintah untuk mengentaskan anak putus sekolah dari keterpurukannya. Selamat juga buat kamu, Ne, selamat berkarya πŸ™‚

    @Brotoadmojo: betul, sob. ajakan memang buat semua, tapi yang bisa ikut nggak semua. sama kayak diajak rekreasi, tapi yang bisa ikut kan nggak semua. lha wong yang lain nggak punya duit buat bayar πŸ™‚

    @zulkarnaen jalil: betul, cak. mereka masih banyak. Btw, istilah dia mau korsi menarik juga πŸ˜€

    @kanvasmaya: iya, ya, sob. kadang mimpi pun butuh biaya

    Suka

  7. inilah kisah sedih dunia pendidikan kita……..jargon sekolah gratis hanya sebatas wacana….ada beberapa tempat yang gratis sppnya….tapi uang seragamnya minta ampun……dimana letak gratisnya kalau begitu…

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.