Boleh Konsumtif, tapi Mesti Cerdas dan Berwawasan Religius

Beberapa waktu lalu di awal-awal sholat tarawih, saya mendapatkan sebuah bahan evaluasi untuk apa yang sudah saya (mungkin termasuk Anda) lakukan ketika menjelang berakhir puasa Ramadhan, khususnya minggu terakhir bulan suci itu. Waktu itu pembicara kuliah tujuh menit (kultum) yang sering kali jadi “kulsum” (kuliah sepuluh atau sekian belas menit) di masjid tempat saya biasa sholat tarawih mengatakan justru pada 10 hari ketiga atau “fase” terakhir di bulan puasa yang seharusnya dimanfaatkan untuk mempertebal keimanan dan ketakwaan, para umat Islam (termasuk saya pastinya) malahan cenderung lebih sering meninggalkan hal-hal yang dianjurkan berkaitan dengan ibadah puasa Ramadhan, padahal justru pada fase 10 hari itulah umat Islam seharusnya lebih mengintensifkan ibadah-ibadahnya di bulan puasa ini. Ada apa gerangan?

Sebelum membahas “gerangan” seperti yang ditanyakan pada bagian akhir paragraf di atas, ada baiknya kita mengingat kembali keutamaan-keutamaan yang ada pada masing-masing fase 10 harian di bulan Ramadhan itu. Para khatib seringkali mengingatkan jemaah shalat tarawih akan hal itu dan melalui googling saya dapat inti sari yang kira-kira seperti berikut. 10 hari pertama puasa Ramadhan, sesuai diriwayatkan, merupakan hari-hari diturunkannya rahmat dari Allah kepada manusia dan pada fase ini kita akan banyak mendapatkan limpahan pahala dari berbagai amalan yang kita lakukan selama berpuasa (dikutip dari). Selanjutnya, pada 10 hari kedua atau pertengahan ramadhan Allah SWT banyak memberikan maghfirah atau ampunan dan inilah saat yang tepat bagi kita untuk meminta ampun atas dosa-dosa kita dengan memperbanyak dzikir dan memohon ampunan agar semua dosa-dosa kita dimaafkan dan diterima tobat kita (dikutip dari…). Terakhir,  10 hari terakhir merupakan fase pembebasan dari api neraka dan karenanya  setiap umat Islam hendaknya mengakhiri Ramadhan dengan dengan mencurahkan daya dan upaya untuk meningkatkan amaliyah ibadah di sepanjang sepuluh hari akhir Ramadhan ini. Selain itu, diriwayatkan pula pada fase terakhir puasa Ramadhan ini akan turun lailatul Qadar (dikutip dari…).

Lalu, “gerangan” apakah yang seringkali berlaku pada diri saya dan mungkin juga teman-teman yang sempat membaca tulisan ini sehingga menimbulkan kegelisahan di benak khatib shaolat tarawih saya beberapa hari lalu. Kalau belum menjadi fenomena, tentu hal itu tidak dijadikan salah satu topik ceramahnya. Sebetulnya hal yang wajar menurut saya, namun apa yang biasanya wajar itu patut menjadi bahan perenungan kembali karena waktunya yang tidak tepat,  seringkali tanpa sadar ada hal lebih penting yang terabaikan.

Saya katakan tanpa sadar karena pada hari-hari sejak pertama sampai akhir bulan Ramadhan yang seharusnya kita isi dengan lebih intensif beribadah, malah terisi dengan kegiatan yang terkadang membelakangkan amalan utama yang seharusnya dilakukan. Justru pada bulan Ramadhan ini semakin banyak kesibukan berkaitan dengan acara-acara yang berkecenderungan mungurangi intensitas dalam beribadah, baik pribadi maupun dengan komunitas kita. Sebagai contoh adalah acara kumpul-kumpul atau berbelanja yang merupakan aktivitas keseharian yang sebenarnya wajar dilakukan. Ironisnya, bulan puasa yang kita dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah seperti yang dituntunkan justru semakin tersita oleh dua aktivitas tersebut yang pelaksanaannya tidak jarang membuat intensitas ibadah puasa menjadi sedikit berkurang.

Minggu-minggu pertama sampai kedua bulan puasa, misalnya, meskipun tidak setiap hari, banyak kesibukan berkaitan dengan kegiatan kumpul-kumpul, seperti buka bersama. Buka bersama memang hal yang positif untuk mempererat silaturahmi dengan komunitas atau keluarga, tetapi terkadang lebih banyak “senang-senang”nya daripada beribadah. Tentu ada sholat jama’ah di dalam rangkaian acaranya. Tadarusan bersama? Sepertinya jarang ada acara buka bersama yang diikuti tadarusan. Diikuti tarawih saja juga terkadang tidak karena acaranya diselenggarakan di sebuah rumah makan atau pusat jajanan pada pusat perbelanjaan. Pokoknya, bisa kembali direnungkan sendiri sejauh mana kepadatan kegiatan ibadah dalam acara semacam ini yang pernah kita ikuti.

Setelah sampai di pertengahan bulan Ramadhan sepertinya lebih banyak lagi kegiatan kita agak di luar kepentingan ibadah. Sebagaimana dikemukan oleh khatib waktu kultum di awal-awal tarawih saya itu bahwa semakin mendekati akhir puasa justru kegiatan kita lebih banyak berkaitan dengan urusan persiapan Hari Raya Idul Fitri dan mudik. Kegiatan yang hampir dilakukan setiap umat Islam adalah belanja kebutuhan-kebutuhan “dua kegiatan utama” itu.  Singkat kata, kesibukan kita lebih berat kepada urusan materi daripada melakukan amal ibadah di sepuluh hari terakhir ini.

Fenomena seperti itu dapat dilihat pada masa-masa akhir Ramadhan tempat-tempat perbelanjaan tampak lebih ramai daripada hari-hari biasa dan bahkan sampai padat pengunjung. Di pihak lain, semakin mendekati akhir Ramadhan, barisan tarawih semakin maju karena berkurang shafnya. Bagaimana tidak. Pada masa-masa itu mal-mal lebih menarik perhatian karena saat itulah musim belanja dengan potongan harga atau  musim obral pakaian dan kebutuhan-kebutuhan lain untuk hari lebaran.

Sadar atau tidak kita memang sering agak melupakan keutamaan ibadah-ibadah bulan Ramadhan. Sebenarnya setiap umat Islam yang rajin tarawih dan mengikuti ceramah-ceramah di televisi tahu akan pentingnya meningkatkan amal ibadah di bulan Ramadhan, apalagi 10 hari terakhir. Tapi, apa boleh buat (mungkin itu yang juga dipikirkan orang lain), THR baru dibagikan menjelang akhir Ramadhan. Toko-toko pakaian dan kebutuhan-kebutuhan lebaran memberi potongan harga justru menjelang akhir-akhir puasa. Mau nggak mau berbelanja kebutuhan dan persiapan mudik dan lebaran dilakukan pada masa-masa “penting” di bulan Ramadhan ini.

Memang pada bulan puasa ini umat Islam cenderung lebih komsumtif daripada bulan-bulan lain. Komsumtif dalam mempersiapkan makanan untuk buka dan sahur. Komsumtif dalam mempersiapkan keperluan-keperluan lebaran. Komsumtif dalam urusan-urusan berkaitan dengan acara mudik. Memang tidak ada larangan untuk itu, tetapi mestinya kita (saya dan Anda) bisa lebih “cerdas” menyikapinya. Belanja-belanji boleh, tapi mesti berwawasan religius. Maksudnya, belanja tidak dilarang tapi jangan sampai mengabaikn amal ibadah yang seharusnya lebih diutamakan (lebih mengingatkan diri sendiri sebenarnya :)).

Idealnya, supaya ibadah kita tidak terganggu, persiapan lebaran bisa dilakukan jauh-jauh hari sebelum lebaran. Ibaratnya persiapan itu bisa dicicil sejak sebelum atau di awal-awal Ramadhan. Dengan begitu, semakin mendekati fase tengah dan akhir Ramadhan kita bisa meningkatkan amal ibadah kita dengan lebih tenang.

Bagaimana bisa? Uangnya saja baru ada menjelang-menjelang lebaran. Itulah momen paling tepat untuk kita pergi ke pusat-pusat perbelanjaan lagipula waktu-waktu itu kan fasilitas potongan harga diberikan bahkan masa-masa obral barang. Tidak salah juga kalau berpikir seperti itu. Kalau alasannya seperti itu, seyogyanya instansi-instansi bisa lebih awal memberi THR bagi karyawan-karyawannya dan tempat-tempat belanja memberi potongan harga di awal-awal atau sebelum Ramadhan. Seandainya pusat-pusat perbelanjaan menawarkan belanja murah seminggu sebelum sampai minggu awal bulan Ramadhan akan meringankan beban karyawannya yang tentu mayoritas muslim sehingga mereka juga bisa menjalankan ibadah puasa dengan lebih intensif. Konsumtif boleh saja karena adat kita di bulan Ramadhan memang seperti itu, tapi tetap harus dilakukan dengan “cerdas” dan berwawasan religius bagi semuanya, baik yang belanja maupaun yang bekerja di pusat-pusat perbelanjaan.

Kalau begitu, ayuk kita belanja dan mempersiapkan keperluan lebaran dan mudik sekarang-sekarang biar ibadah puasa kita lebih khusyuk lagi, khususnya menjelang 10 hari terakhir nanti. Bagi yang belum punya duit sekarang ini tentu tidak ada jeleknya membuat perencanaan segala keperluan yang harus dibeli sehingga pada saat merealisasikannya tidak banyak menyita waktu dan ibadah tetap bisa dijalankan dengan intensif. Kepentingan akhirat aman; kebutuhan dunia juga terpenuhi.

Sebagai penutup, yang tanpa saya dan mungkin juga teman-teman pembaca sadari bahwa pada bulan Ramadhan ini justru pikiran kita terfokus ke segala hal berkaitan dengan lebaran dan mudik sehingga waktu seolah tersita untuk mempersiapkan itu. Padahal, lebaran itu bukan inti dari hal yang ingin kita raih selama menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan. Inti sari puasa yang sudah dipilah-pilah menjadi tiga fase keutamaan ibadah puasa itu terkalahkan oleh kepentingan yang lebih bersifat materi. Hal itu rupanya menjadi “soal” utama dalam “ujian” puasa bulan Ramadhan yang sering hampir lupa kita kerjakan. Seperti dikatakan banyak penceramah, dalam bulan puasa ini kita memang banyak mendapat “ujian” akan ketakwaan kita. Nafsu kita untuk mempersiapkan segala hal berkaitan dengan lebaran dan mudik sesempurna mungkin ini menjadi “soal” tersendiri yang harus kita kerjakan dengan sempurna pula.

19 tanggapan untuk “Boleh Konsumtif, tapi Mesti Cerdas dan Berwawasan Religius

  1. Harusnya pengeluaran keluarga di bulan Ramadhan sama saja seperti di bulan lain, bahkan harusnya berkurang. Tapi memang aneh, namanya juga manusia, selalu tidak pernah puas. 😀

    Suka

    1. Harusnya malah ngirit juga ya, Sop. 🙂 Tapi, mungkin karena puasa terus ketika buka malah balas dendam. Jadi, menunya harus seba enak. Selain itu, ketika lebaran, karena harus bertemu banyak kerabat dan teman-teman lama, semua merasa harus menunjukkan penampilan terbaik dan terkadang jadi ajang menunjukkan apa yang di”punya”i sampai-sampai yang sebenarnya “tidak ada” jadi di”ada-ada”in. Akhirnya, pengeluaran jadi membeludak. Ini pendapat (bukan pengalaman, lho) pribadi 😀

      Suka

  2. Lumayan kalo kalo dapat THR untuk belanja, temen kita di Fisika ngutang koperasi untuk mudik…. he..he..
    Bagaimana kalo sambil belanja dan mudik kita selalu melafadzkan “Allahumma innaka afuwwun tuhibbul afwa fa’fu’anni”, biar dapat maghfiroh in the last ten fasting day?

    Suka

  3. krn semua orang mulai pd sibuk ikirin yg mau pake baju baru,so ibadah d bln puasa sdkt udh mulai d irnggalkan spt sholat taraweh n tadarusan………

    Suka

  4. Malah biasanya sepuluh hari yang terakhir membuat diri kita tidak fokus pada ibadahnya karena banyak hal yang dipikirkan dari masalah jajan, baju baru, bekal mudik, dll 😆
    Salam hangat serta jabat erat selalu dari Tabanan

    Suka

  5. Assalamualaikum..

    Kamay dan keluarga mengucapkan met idul fitri 1431 H
    Minal Aidzin Wal Faidzin..
    Mohon maaf lahir batin..
    maaf jika ada salah baik tulisan, kata maupun perbuatan..
    makasih 🙂

    salam slalu kamay 🙂

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.